Pages
Categories
Archives
Meta
case iv : Kepemimpinan Dalam Otonomi Daerah
Posted in: Uncategorized by lisbethchrisna on October 13, 2010
Proses kepemimpinan akan selalu melibatkan orang lain, oleh karena itu dimana ada pemimpin, disana terdapat pengikut. Sebagai orang yang selalu bersama-sama dengan bawahannya atau yang dipimpinnya, seorang pemimpin harus mampu menjadi agen perubahan dan berinteraksi memberikan pengaruh kepada bawahannya atau yang dipimpinnya, sehingga bawahannya atau yang dipimpinnya bersemangat untuk menyelesaikan tugas masing-masing atau bekerjasama dalam mencapai tujuan organisasi yang sudah di tetapkan.
Pemerintah sebagai penggerak pembangunan dituntut upayanya untuk dapat menggerakkan masyarakat pada kemandirian menempuh dan menumbuh kembangkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa, memberikan pelayanan umum yang sebaik-baiknya dan maksimal. Konsekuensi logik yang diterima dari tuntutan semacam itu, adalah adanya kemampuan manajerial seorang pemimpin pada pemerintah daerah untuk menjalankan sistem manajemen pemerintahan yang berdaya guna dan berhasil guna. Tuntutan adanya pemimpin pemerintah yang berkemampuan handal, bermoral tinggi, loyal dan berdedikasi dalam memanfaatkan secara maksimal potensi yang dimiliki, ditujukan untuk kepentingan masyarakat.
Dalam menjalankan kepemimpinan disuatu organisasi pemerintahan akan menghadapi permasalahan yang kompleks untuk mencapai tujuan, teori-teori atau ide-ide kepemimpinan, pada era otonomi daerah ini, harus dimiliki oleh pemimpin agar dapat menerapkan kepemimpinan yang seefektif mungkin.
Sekurang-kurangnya ada dua jenis kepemimpinan dalam bidang pemerintahan yakni kepemimpinan organisasional dan kepemimpinan sosial yaitu kepemimpinan organisasional dan Kepemimpinan Sosial. Kepemimpinan organisasional timbul karena yang bersangkutan menjadi pimpinan unit organisasi dengan pengikut sebagai bawahan yang patuh dengan berbagai ikatan norma-norma organisasi formal. Dimensi administratif pada kepemimpinan organisasional lebih dominan dari pada dimensi sosial maupun politik serta biasanya dapat menggunakan fasilitas manajerial seperti kewenangan, dana, personil, logistik dan sebagainya. Sedangkan kepemimpinan sosial timbul karena kapasitas dan kualitas pribadinya dalam menggerakkan bawahannya, dimana dimensi sosial dan politik lebih dominan dari pada dimensi administratifnya.
Dalam pimpinan pemerintahan daerah seharusnya mempunyai kedua bentuk dari kepemimpinan tersebut dengan melihat pertimbangan-pertimbangan untuk memilihannya yaitu Kapabilitas, Akseptabilitas dan Kompatibilitas. Secara singkat Kapabilitas adalah gambaran kemampuan diri si pemimpin baik intelektual maupun moral, yang dapat dilihat dari catatan jejak (track record) pendidikannya maupun jejak sikap dan perilakunya selama ini. Pemimpin yang baik tidak akan muncul secara tiba-tiba, tetapi melalui proses perjalanan yang panjang. Selain pertimbangan Kapabilitas, pertimbangan lain adalah Akseptabilitas yaitu gambaran tingkat penerimaan pengikut terhadap kehadiran pemimpin. Semakin banyak pengikut yang menerima dengan baik kehadirannya maka semakin kuat besar peluang yang bersangkutan menjadi pemimpin. Pengaruh lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah Kompatibilitas yaitu Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan kebijakan dari pemerintah tingkat atasnya & mengakomodasikan kebijakan dari pemerintah tingkat bawahnya maupun tuntutan dari para pengikutnya. Derajat urgensi ketiga aspek tsb sangat tergantung pada tingkatan dari wilayah pengaruh dari pimpinan pemerintahan. Jika aspek kepemimpinan tersebut dikaitkan dengan kebutuhan dalam sistem pemerintahan maka urutan pentingnya pada tingkatan dalam posisi pemerintahan adalah :
Presiden : 1. Kapabilitas, 2. Akseptabilitas, 3. Kompatibilitas.
Kepala Daerah Propinsi : 1. Kompatibilitas, 2. Kapabilitas, 3. Akseptabilitas.
Kepala Daerah Kab/Kota : 1. Akseptabilitas, 2. Kapabilitas, 3. Kompatibilitas.
Kepala Desa/yang setingkat : 1. Akseptabilitas, 2. Kompatibilitas, 3. Kapabilitas.
Sesuai dengan jenis kepemimpinan dalam bidang pemerintahan, maka ada juga ada dua jenis pengikut yakni pengikut dalam konteks organisasi administratif, dan pengikut dalam konteks organisasi sosial. Pengikut dalam konteks organisasi administratif terdiri para PNS, yang bekerja dengan imbalan penghasilan dari negara.
Menurut Hersey & Blanchard (1990) tingkat kematangan pengikut dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) macam yakni :
M1 : Rendah, Tidak mampu dan tidak mau atau tidak yakin.
M2 : Rendah ke sedang, tidak mampu tetapi mau atau yakin.
M3 : Sedang ke tinggi, mampu tetapi tidak mau atau tidak yakin.
M4 : Tinggi, mampu/kompeten dan mau/yakin.
Dalam otonomi daerah saat ini perlu juga mengadopsi suatu gaya Kepemimpian yang digunakan sesuai dengan kematangan Pengikut tersebut yaitu :
M1 –> G1 (Gaya Memberitahukan).
M2 –> G2 (Gaya Menjajakan).
M3 –> G3 (Gaya Mengikutsertakan).
M4 –> G4 (Gaya Mendelegasikan).
Perlu juga diketahui oleh kita semua khususnya para pemimpin pemerintah daerah bahwa sampai saat ini, manajemen telah berkembang mencapai generasi kelima. Adapun perkembangannya adalah sebagai berikut.
Generasi I mengarah kepada Management by Doing/Jungle Management, dengan cirinya adalah �doing thing by ourself�. Manajemen ini biasanya digunakan pada organisasi yang masih sederhana.
Generasi II mengarah kepada Management by Direction, dengan cirinya adalah �doing thing through the other people�. Manajemen ini menonjolkan aspek kepemimpinan, anggota organisasi hanya sebagai alat produksi.
Generasi III mengarah kepada Management by Objectives/Management by Targetting, dengan cirinya adalah mengutamakan target-target kuantitatif.
Generasi IV mengarah kepada Management by Value Creation/Total Quality Management, dengan cirinya adalah mengutamakan target-target kualitas terutama pada kepuasan pelanggan.
Generasi V mengarah kepada Management by Knowledge Networking, Virtual Enterprise and Dynamic Teamming, dengan cirinya menggunakan teknologi informatika serta mengutamakan jaringan antar manusia.
Dari lima tingkatan generasi yang telah tercipta pada tiap-tiap masanya, maka jika dievaluasi sampai saat ini pada sektor publik umumnya masih menggunakan manajemen generasi kedua atau ketiga.
Untuk itu organisasi publik khususnya pemerintah daerah perlu mengejar ketertinggalannya agar dapat tetap memainkan peranan sebagai agen pembaharuan dan lokomotif penggerak perubahan bangsa. Apabila ketertinggalan tersebut tidak disusul dengan segera maka besar kemungkinan akan terjadi kooptasi (penguasaan secara halus) terhadap sektor publik oleh sektor privat yang mana sektor privat sudah melaju kepada manajemen generiasi keempat bahkan kelima. Terlebih lagi, setelah adanya gelombang privatisasi peranan sektor privat menjadi sangat dominan. Untuk itu siapakah yang akan melakukan pembaharuan dan memajukan sistem manajemen pemerintah daerah? Jawabannya adalah Pemimpin.
credit to : http://agamkab.go.id/?agam=kreatifitas&se=detil&id=57
No Comments »
No comments yet.
RSS feed for comments on this post. TrackBack URL