about organizational learning

Posted in: Uncategorized by lisbethchrisna on October 4, 2010

Pada era pengetahuan (knowledge era) dan teknologi  yang dihadapi masyarakat  menjelang  abad 21, membawa kecenderungan masyarakat mengalami suatu perubahan tatanan kehidupan yang cepat, yang akan berpengaruh pada perubahan karakteristik lingkungan kerja. Organisasi yang semula statis dengan paradigma manajemen tradisional, dituntut siap memasuki ke perubahan manajemen baru yang dicirikan oleh adanya visi, pemberdayaan karyawan dan tim kerja. Seiring dengan intensitas kompetisi yang makin ketat juga terbuka banyak peluang di pasar yang sedang berkembang (emerging market) sebagai konsekuensi dari kesepakatan global mengenai penghapusan tarif dan non tarif dalam perdagangan internasional. Intensitas kompetisi yang meningkat membuat konsumen menjadi semakin selektif karena alternatif produk yang tersedia di pasar semakin beragam. Menghadapi tantangan dan ketidakpastian ini bagi perusahaan-perusahaan tidak ada lain kecuali harus “berubah” atau “beradaptasi” dengan lingkungan yang baru.

Organisasi bisnis kini menghadapi meningkatnya kompleksitas dan ketidakpastian oleh karena perubahan  lingkungan bisnis dan teknologi yang cepat, maka untuk itu agar tetap mampu bertahan survive dan tumbuh dalam menyongsong lingkungan baru yang penuh tantangan ini memaksa setiap organisasi untuk memperbarui strategi bahwa organisasi harus beradaptasi dan bertransformasi menjadi Learning Organization. Pada era perubahan juga menuntut organisasi lebih fleksibel dan tanggap (responsiveness)  terhadap lingkungan yang berubah.

Fleksibilitas organisasi memerlukan adanya kerja sama tim dan pelimpahan kekuasaan kepada karyawan.  Keunggulan sebuah organisasi dalam menghadapi ketatnya persaingan bisnis sangat tergantung pada individu yang berada di dalamnya yang memiliki kecepatan, kemampuan daya tanggap, kelincahan, kemampuan pembelajaran dan kompetensi karyawannya yaitu pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan (Ulrich,1998 ). Para pengelola organisasi harus berpikir bagaimana membangun dan mempertahankan keunggulan kompetitif yang   berkelanjutan dalam persaingan. Perubahan lingkungan yang cepat menuntut setiap organisasi untuk cepat menanggapi dan beradaptasi dengan perubahan, dan munculnya perubahan ini bukan dengan dilawan atau ditentang, namun justru harus dikelola.  Pitts (1996) mengemukakan bahwa keunggulan kompetitif organisasi bisa dibangun dan dipertahankan melalui strategi mengelola perubahan yaitu dengan membangun “Learning Organizations”.

Menurut Senge (1990), orang yang ingin bersaing dalam lingkungan bisnis, harus menjadikan organisasinya “Organisasi Pembelajaran” dengan cara terus menerus beradaptasi terhadap lingkungan. Oleh karena itu  kemampuan setiap perusahaan dalam mengantisipasi dan beradaptasi atas setiap perubahan sangat menentukan kelangsungan hidupnya. Kemampuan mengantisipasi perubahan ini tergantung pada kemampuan kreativitas  dan inovasi para anggota organisasi. Kreativitas, inovasi dan produktivitas diibaratkan sebagai “Roh” dari kesuksesan organisasi yang muncul dari individu anggota organisasi yang terus menerus belajar. Kemampuan ini harus dilatih dengan proses belajar yang berkesinambungan.

Menurut Marquardt (Shaffar, 2001) bahwa organisasi akan dapat menjadi organisasi embelajaran hanya dengan membelajarkan individu-individu di dalamnya dengan memberdayakan 5 aspek yaitu  pembelajaran, organisasi, manusia, pengetahuan dan teknologi. Sebagai organisasi yang belajar (learning organization) selalu memberikan peluang kepada karyawannya agar selalu dapat memperbaiki diri untuk meraih sukses.  Melalui pembelajaran individu dapat melakukan segala sesuatu yang sebelumnya tidak pernah dapat  dilakukan.  Untuk menciptakan individu pembelajar, adalah dengan memberi kesempatan seluas-luasnya kepada karyawan untuk meng- Up Date pengetahuan.

Pernyataan   Robert J.Eaton  seorang pemimpin perusahaan dunia,  bahwa satu-satunya cara untuk mengalahkan persaingan, hanya dengan melalui orang-orangnya. Ini artinya bahwa kompetensi yang dimiliki para pekerja akan menentukan kemajuan organisasi yang pada  gilirannya akan dapat mencerminkan kompetensi organisasi.

Untuk mewujudkan organisasi yang mampu belajar dan berkembang dibutuhkan sumber daya  intangible yang sangat penting kontribusinya yaitu sumber daya maya. Sumber daya maya, bersumber dari pengetahuan (knowledge) pekerja, kemampuan spiritual, kemampuan intelektual, keterampilan, kompetensi dan pikiran, yang apabila intangible  assets  ini dikembangkan terus menerus maka akan menjadi tiang organisasi dalam membangun  “Learning Organization” sehingga memiliki keunggulan kompetitif serta berperan meningkatkan “nilai tambah” bagi stakeholders.

Di Indonesia, organisasi bisnis yang mampu memaksimalkan kemampuan sumber daya Intangible Assets adalah Toyota Motor Corporation.  Hasil riset tentang “10 kompetensi terpenting dalam abad ke-21” yang dilakukan di organisasi di 16 negara, menempatkan Inovasi sebagai kompetensi kedua terpenting setelah orientasi pelanggan. Sejalan dengan pemikiran Peter Drucker, yang mengatakan “Bagi perusahaan mapan, mensyaratkan adanya inovasi dan yang tidak mampu inovasi akan menghadapi nasib kemerosotan dan pemunahan”.  Perusahaan  Toyota Motor, merupakan perusahaan raksasa mobil dunia, yang sejak tahun 1961  telah  mengimplementasikan 20 juta Inovasi (ide), dan implementasi Inovasi ini karena didukung system  Konowledge Management, yakni proses yang dilakukan untuk menciptakan “nilai” dengan cara meningkatkan modal Intangible Assets yang dimiliki organisasinya (Warta Ekonomi, 2004). Arvan Pradiansyah (konsultan SDM Franklin Covey Indonesia) mengatakan, bahwa inovasi merupakan hasil dari budaya Learning Organization yang dilakukan organisasi. Sydney Brenner, mengatakan bahwa inovasi adalah suatu spekulasi, bahwa kerja akan membawa kesuksesan melalui suatu kegagalan. Berkaitan dengan ini ada hal yang menarik, yaitu adanya kejadian di perusahaan IBM (SWA, 2001),  dimana seorang karyawan melakukan kesalahan sehingga merugikan perusahaan hingga US$ 10 juta. Karyawan ini bermaksud mengundurkan diri karena merasa berbuat kesalahan namun oleh pimpinan  IBM ditolak, dengan alasan perusahaan telah mengeluarkan biaya cukup besar untuk pelatihan. Perilaku karyawan tersebut menggambarkan bahwa kesalahan  yang sempat dilakukannya dianggap sebagai investasi. Dan kesalahan ini dipandang sebagai bentuk pembelajaran, dan juga  percobaan atau pengalaman. Ini adalah representasi sebuah  organisasi inovatif, yaitu organisasi yang belajar hidup dengan resiko, termasuk berbuat kesalahan.